-->

02 June 2021

Kyai Haji Tolchah Mansoer - Pendiri IPNU

 

Prof. Dr. Kyai Haji Tolchah Mansoer - Pendiri IPNU

Prof. Dr. KH. Moch Tolchah Mansoer, beliau adalah seorang ulama sekaligus cendekiawan muslim yang berpengaruh. Beliau juga seorang guru besar ilmu keislaman dan hukum tata negara di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan beberapa kota lain. Beliau juga menjadi salah satu dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa kali pernah menjabat sebagai dekan ataupun rektor di berbagai perguruan tinggi yang berbeda.

Seorang ulama yang berpandangan luas ini telah menjadi aktivis NU sejak usia remaja. Mengingat hal tersebut tidak mengherankan bila ulama yang satu ini dikenal dekat dengan generasi muda. Beliau tidak pernah lelah memberikan semangat dan dorongan kepada mereka. Mbah Tolchah merupakan tokoh istimewa dalam tubuh NU, selain mubaligh yang handal beliau sekaligus seorang yang produktif menulis buku-buku keagamaan, buku ilmu hukum, dan artikel di beberapa mediamassa. Beliau juga termasuk seorang birokrat di Yogyakarta yang pernah menduduki jabatan eksekutif maupun legislatif. Meskipun begitu, keulamaan dan kecendikiawanannya lebih menonjol dikalangan masyarakat daripada jabatan formal yang lain.

K.H Tholhah Mansur dilahirkan pada tanggal 10 September 1930 dikota Malang Jawa Timur, Putra dari K. H. Mansur, seorang ulama dan pedagang kecil di kota tersebut. Ayahnya yang berdarah Madura berkeinginan agar Muhammad Tholhah Mansur seperti kakaknya, Usman (Mayor K. H. Usman Mansur), kelak menjadi seorang ulama. Disela-selanya menuntut ilmu dijenjang pendidikan umum, ia giat mengaji. Proses pendidikan keduanya tidaklah lancar, tapi keduanya mampu dicapainya, walaupun memerlukan waktu lama. Beliau juga termasuk kutu buku dan gemar akan ilmu, sekaligus otodidak, bahkan beliau tak segan-segan menjual mobilnya untuk membeli kitab kuning dan buku.

Pendidikan pertama KH. Tolchah Mansur di peroleh di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Jagalan Malang (1937-1945), kemudian melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah ditempat yang sama hingga kelas III. Di Madrasah yang didirikan oleh K. H. Nahrawi Thahir ini, Muhammad Tholhah Mansur diasuh oleh K.H. Muhammad Syukri Ghazali dan Kyai Murtaji Bisri.

Pada tahun 1947, pelajar usia 17 tahun ini menjadi sekretaris Sabilillah daerah pertempuran Malang Selatan, sehingga ia harus meninggalkan sekolahnya. Baru setelah perang kemerdekaan usai, ia meneruskan sekolah di Taman Madya Malang sampai lulus tahun 1951.

Setelah lulus Taman Dewasa, ia masuk Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik (HESP), Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kuliahnya tidak berjalan lancar, karena ia memang aktivis organisasi. Pada tahun 1953, Muhammad Tholhah Mansur berhenti kuliah untuk sementara waktu dan baru tahun 1959 ia kembali ke bangku kuliah. Semangat Mbah Tolchah untuk belajar tidak pernah surut, walaupun telah menikah beliau tetap kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan studinya, hingga kemudian Ia mampu menyelesaikan jenjang sarjana dan menjadi Sarjana Hukum pada tahun 1964.

Meskipun waktu yang diperlukan oleh Mbah Tolchah untuk menempuh sarjana hukum memakan waktu 13 tahun. Namun, berkat kegemarannya membaca beliau mampu menyelesaikan gelar Doktor Ilmu Hukum ( Jurusan Hukum Tata Negara) dalam waktu relatif singkat. Yakni dalam waktu hanya lima tahun. Dengan Promotor Prof. Abdul Baffar Pringgodigdo, S.H, Muhammad Tholhah Mansur berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada dengan judul disertasi “Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia (17 Desember 1969)”. Disertasi ini kemudian diterbitkan menjadi buku oleh penerbit Radya Indria, Yogyakarta(1970).

Pendidikan ilmu-ilmu kesilaman didapatkannya dari guru-guru ngaji, khususnya K. H. Syukri Ghazali ketika ia belajar di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Jagalan. Kebetulan rumah Muhammad Tholhah Mansur tidak jauh dari madrasah dan rumah mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia itu. Selesai sekolah ia langsung mengaji, demikian pula ketika ia membantu K. H. Syukri Ghazali mengajar di madrasah tersebut. Disamping itu ia mengaji posonan (bulan Ramadhan) ke beberapa pondok pesantren. Diantaranya, di Pondok Pesantren Tebuireng dan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Soditan Lasem. dibawah asuhan K. H. Ma’shum. Karena ia memang santri yang cerdas dan otodidak, maka wajarlah bila K. H. Muhammad Tholhah Mansur akhirnya menjadi seorang ulama besar.

Pengabdian KH. M Tholhah Mansur pada Organisasi dan Masyarakat

Dalam kehidupan organisasi, K. H. Muhammad Tholhah Mansur telah menjadi aktivis organisasi sejak usia remaja, terutama dikalangan NU. Ketika masih duduk dibangkuTsanawiyah, Ia pernah menjadi Sekretaris Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) kota Malang(1945). Pada saat itu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) belum lahir, baru pada sembilan tahun kemudian Mbah Tolchah menjadi salah satu penggagas berdirinya IPNU.

Pengalaman organasisi berikutnya yang diperoleh oleh Mbah Tolchah adalah saat beliau berpindah ke Yogyakarta. Saat itu Ia pernah menjabat sebagai menjadi wakil Departemen Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) dan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) wilayah Yogyakarta.

Meskipun pernah menduduki berbagai jabatan strategis dalam beberapa organisasi islam yang pernah ada saat itu, sebagai generasi muda NU yang militan ia mempunyai gagasan mendirikan organisasi Islam yang khusus mewadahi pelajar NU. Gagasan ini kemudian Ia sampaikan dan akhirnya pada Konferensi Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Semarang (22 Februari 1954) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) didirikan. Kemudian, berdasarkan konferensi tiga kota di Solo rekan Tholhah dipilih secara aklamasi terpilih sebagi ketua umumnya.

Setahun kemudian menyusul berdirinya Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang dipimpin oleh Ny Hj.Umroh Mahfudlah(1955). Jabatan ketua umum ini dipertahankannya dalam Muktamar I di Malang (1955), Muktamar II di Pekalongan (1957) dan Muktamar III di Cirebon (1958). Sampai sekarang kedua organisasi ini tetap hidup, walaupun pada tahun 1985 sesuai UU Nomor 8 Tahun 1985 yang melaranga danya organisasi pelajar selain OSIS, maka IPNU menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan IPPNU menjadi Ikatan Putri Putri Nahdlatul Ulama. Di era reformasi kondisi telah berbeda maka sejak tahun 2003 IPNU dan IPPNU kembali menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagimana semula sewaktu didirikan.

Perjuangan KH. Moch Tolchah Mansoer selanjutnya adalah sebagai ketua Pengurus Wilayah Partai NU Daerah Iistimewa Yogyakarta. Setelah terjadi fusi empat partai islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) menjadi Partai Persatuan Pembangunan (5 Januari 1973), beliau lebih banyak berperan aktif di Jamiyah Nahdlatul Ulama, disamping sebagai guru besar di beberapa perguruan tinggi dan mubaligh. Sebagai gantinya Dra. HJ. Umroh Mahfudloh (istrinya), tampil sebagai aktivis PPP, bahkan sampai menjadi ketua DPW PPP Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa kali menjadi anggota DPRD I Yogyakarta dan DPD/MPR RI. Prof. Dr. K. H. Muhammad Tholhah Mansur, adalah salah seorang tokoh yang ikut membidani kembalinya ke Khittah 1926, dalam Muktamar NU ke 27 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukerejo, Asembagus Situbondo, yang diasuh oleh K. H. As’ad Syamsul Arifin. Dalam Muktamar tersebut , beliau terpilih sebagai salah seorang Rois Syuriah PBNU dibawah pimpinan Rois Aam K. H. Ahmad Shiddiq dan Wakil Rois Aam K. H. Rodli Sholeh.

Sesuai dengan aktivitasnya dalam organisasi, maka K. H. Muhammad Tholhah Mansur pernah beberapa kali memegang jabatan dalam pemerintahan terutama di Daerah IstimewaYogyakarta. Ia pernah terpilih menjadi anggota DPR mewakili NU (1958) dan tahun itu juga ia diangkat sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD), kemudain badan ini diubah namanya menjadi BPH (Badan Pemerintah Harian) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(1958). BPH Merupakan lembaga eksekutif di daerah yang bertugas membantu kepala daerah.

Profesi Utama K. H. Muhammad Tholhah Mansur adalah sebagai pendidik sekaligus juru dakwah dan penulis. Sewaktu masih kuliah tingkat doktoral, beliau menjadi asisten dosen di IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang UIN Sunan Kalijaga). Setelah lulus beliau masih tetap mengajar di IAIN, kemudian juga di beberapa perguruan tinggi lainnya seperti IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), Akademi Militer di Magelang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akademi Administrasi Negara, Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Universitas Nahdlatul Ulama Solo dan lain-lain. Guru Besar Hukum ini pernah memegang jabatan di beberapa perguruan tinggi , diantaranya Pembantu Rektor IAIN Sunan Kalijaga, kemudian Dekan Fakultas Ushuluddin, Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta (1965-1967), Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (1970-1983) merangkap Rektor Institut Agama Islam Imam Puro, Purworejo (1975-1983) dan Dekan Fakultas Hukum Islam UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Surakarta. Dan juga pernah menjadi anggota badan Wakaf IAIN Sunan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta. Ulama sekaligus guru besar ini wafat pada hari senin 20 Oktober 1986 dan makamkan di kompleks makam Dongkelan Yogyakarta.



Diambil dari buku Ensiklopedi Ulama Nusantara karya H.M. Bibit Suprapto, S.H.,M.Sc.,M.Si (Ditulis ulang di NUsidoarjo.org)

 

Sumber:

https://ipnujateng.or.id/mengenal-tolchah-mansoer-pendiri-ipnu/

 

Pesan Kiai Tolchah Mansur untuk Seluruh Pelajar NU



Pengasuh Pesantren Sunni Darussalam yang merupakan putri ketiga dari pendiri IPNU-IPPNU, Hj Nisrin Ni’mah. Pesantren yang terletak di Dusun Tempelsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini merupakan pesantren peninggalan sang ibu yang beliau kelola bersama sang suami, KH Ahmad Fattah. Dalam kesempatan tersebut Hj Nisrin Ni’mah menyampaikan 5 pesan mendiang sang ayah untuk seluruh pelajar Nahdlatul Ulama.

Pertama, tidak menyia-nyiakan waktu yang dimiliki. "Salah satu upaya kita yaitu dengan mengisinya dengan kegiatan bermanfaat, seperti mengaji, belajar, berolahraga, juga dengan mengikuti organisasi seperti IPNU dan IPPNU," ungkapnya.

Kedua, menuntut ilmu dengan seimbang baik ilmu umum maupun ilmu agama, di manapun, kapan pun, dan dengan siapapun. Karena kita juga telah mengetahui banyak sekali ketamaan-keutamaan dari orang yang berilmu, maka KH Tolhah Mansur juga menginginkan generasi penerusnya menjadi generasi yang ‘alim. 

Ketiga, terus jalin silaturahim karena itulah yang akan menguatkan di saat kita sulit. Dengan menjaga silaturahim, kita berharap untuk dimudahkan di setiap usaha, misalnya dengan menjenguk orang sakit. “Menjaga silaturahim dengan cara jika ada yang sakit ditengok, jika ada yang senang tetap kita support, ya. Dengan begitu silaturahim akan selalu terjalin,” ucap Hj Nisrin. 

Kemudian keempat, bermanfaat bagi orang lain. Jadilah orang bermanfaat bagi orang lain meski hanya lewat goresan tanda tangan. Khairunnas anfa’uhum li naas, jadi meskipun kecil, kita bisa memberi manfaat di lingkungan sekitar.  “IPNU-IPPNU programnya di lingkungan adik-adik tinggal, baik di Boyolali maupun Wonogiri dekat dengan masyarakat ya, jadi masyarakat itu akan banyak mendapatkan manfaat dari adik-adik IPNU-IPPNU. Jangan sampai jauh dari masyarakat,” imbuhnya.

Kemudian kelima, jangan pernah berputus asa. Dalam keadaan apapun, jangan pernah beputus asa atas apa yang telah kita usahakan. Jika merasa sulit atau kurang mampu dalam menghadapi rintangan, berdoalah, mohon pertolongan dari Allah.  "Selain itu, tetaplah berikhtiar untuk memaksimalkan upaya kita meraih apa yang kita impikan," tuturnya. Ia juga berpesan kepada anak muda NU untuk senantiasa menggaungkan semangat Belajar, Berjuang, Bertakwa yang menjadi trilogi IPNU dan IPPNU. (Nurma/Muiz)

Pesan ini disampaikan kepada Pelajar NU Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah berziarah ke makam pendiri organisasi IPNU-IPPNU.


Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/105009/pesan-kiai-tolchah-mansur-untuk-seluruh-pelajar-nu-

22 May 2021

Nyai Hj. Umroh Mahfudzoh - Pendiri IPPNU


Nyai Hj. Umroh Mahfudzoh, Srikandi IPPNU



        Dilahirkan 4 Februari 1936 di kota Gresik, Jawa Timur, Umroh mengawali pendidikan dasar di kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946 karena clash II, Umroh melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah NU di Boto Putih, Surabaya. Dilahirkan dari pasangan K.H. Wahib Wahab dan Hj. Siti Channah, Umroh tumbuh dan dewasa di lingkungan NU. Sebagai cucu pendiri NU, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, masa kecil Umroh banyak dilalui di lingkungan pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Tambak Beras, Jombang, tempat kelahiran ayahnya. 

        Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, sejak kecil Umroh dididik untuk bisa hidup mandiri. Hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa SGA Surakarta. Ketika partai-partai politik meluaskan sayapnya pada pertengahan 50-an, Umroh mulai menerjunkan diri sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) -organisasi pelajar afiliasi partai Masyumi- ranting SGA Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952, Umroh mulai berkenalan dengan organisasi-organisasi di lingkungan NU.

        Sembari mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang nyantri di tempat Nyai Masyhud mulai menerjunkan diri sebagai wakil ketua Fatayat NU cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menyala-nyala membawa pada kesadaran akan perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus menghimpun putra-putri NU. 

        Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun 1954 membuat keinginan Umroh untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para pelajar putri semakin menggebu-gebu. Gagasannya dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU dan SGA Surakarta yang sama-sama nyantri di tempat Nyai Masyhud. Kegigihan Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU) membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ yang bertindak sebagai inkubator pendirian sekaligus pelaksana harian organisasi IPPNU.

        Aktivitas di IPPNU yang tidak begitu lama diisi dengan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955. Tidak genap setahun menjabat Ketua Dewan Harian, Umroh meninggalkan Surakarta untuk menikah dengan M. Tolchah Mansoer, Ketua Umum PP IPNU pertama. Meskipun menetap di Yogyakarta, Umroh tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap organisasi yang ikut dia lahirkan. Kedudukan Dewan Penasehat PP IPPNU yang dipegang hingga saat ini, membuatnya tidak pernah absen dalam setiap perhelatan nasional yang diselenggarakan IPPNU. Riwayat organisasi Umroh berlanjut pada tahun 1962 sebagai seksi Sosial PW Muslimat NU DIY.

        Kedudukan ini mengantarkan Umroh sebagai Ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987. Kesibukan keluarga tidak mengendurkan hasratnya untuk melanjutkan ke Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pendidikan strata-1 diselesaikan dalam waktu enam tahun sambil aktif sebagai Wakil Ketua Pengurus Poliklinik PW Muslimat NU DIY. Sementara itu, perhatian di bidang sosial disalurkan dengan menjabat sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang membidangi kegiatan-kegiatan di bidang peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah Yogyakarta.
 
       Jabatan Ketua PW Muslimat NU DIY diemban selama dua periode berturut-turut sejak tahun 1975. Kesibukan ini tidak menghalangi aktivitas sebagai Seksi Pendidikan PERSAHI (Pendidikan Wanita Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Gabungan Organisasi Wanita wilayah Yogyakarta. Naluri politik yang tersimpan selama belasan tahun ternyata tidak bisa dipendam Umroh begitu saja. Aktivitas sebagai bendahara DPW PPP mengantarkannya terpilih sebagai anggota DPRD DIY periode 1982-1987. Karir politiknya terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY. Jabatan terakhir ini membawa Umroh ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari FPP selama dua periode. 

        Umroh pernah menjabat sebagai Ketua Wanita Persatuan Pusat, organisasi wanita yang bernaung di bawah PPP. Sebagai anggota dewan, Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional diantaranya muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman. 

        Domisili di Jakarta memudahkan Umroh melanjutkan aktivitas ke-NU-an sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, berlanjut sebagai Ketua III sampai sekarang. Sempat menikmati pensiun pasca pemilu 1997, Partai Kebangkitan Bangsa yang didirikan oleh Pengurus Besar NU mendorong Umroh terjun kembali ke dunia polittik sebagai salah satu ketua. Umroh yang berdomisili di Kompleks Kolombo 21, Yogyakarta, saat ini tercatat sebagai anggota DPR RI hasil pemilu 1999 dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.




sejarah berdirinya :

        Bermula dari perbincangan ringan yang dilakukan oleh beberapa remaja putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Dalam keputusan ini di kalangan NU, Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU di Malang Jawa Timur, selanjutnya disepakati dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di kongres Malang di namakan IPNU putri.

        Dalam suasana kongres ternyata keberadaan IPNU putri nampaknya masih diperdebatkan dengan secara alot. Semula direncanakan secara administratif hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Sementara hasil negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusivitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat hasil tersebut maka pada hari kedua kongres, peserta putri yang hanya diwakili lima daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang, dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan dua jajaran di pengurus teras Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yaitu PB Ma’arif (saat itu dipimpin Bpk. KH. Syukri Ghozali) dan ketua PP Muslimat NU (Mahmudah Mawardi). Maka dari pembicaraan selama beberapa hari telah membuat keputusan sebagai berikut:
    1. Tanggal 28 Februari – 5 Maret
    2. Pembentukan Organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif                   terpisah dengan IPNU
    3. Tanggal 2 maret 1995M/8 Rajab 1374 H dideklarasi8kan sebagai hari kelahiran IPNU             putri
    4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan pembentukan cabang                selanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu UMROH MAHFUDHOH dan sekretarisnya            bernama SYAMSIYAH MUTHOLIB.
    5. PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah.
    6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepada PB            Ma’arif NU, kemudian PB Ma’arif NU menyetujui dengan merubah nama IPNU putri                menjadi IPPNU(Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama)

PERJALANAN IPPNU DARI MASA KE MASA

        Sejalan dengan adanya pelaksanaan konggres dari beberapa zaman ( Kemerdekaan, Orla, orba, Era reformasi) tentu mengalami berbagai peristiwa yang sangat menonjol dalam suatu keputusan kongres, dan dalam perjalanan IPNU dari masa ke masa antara lain :
    1. Bulan Februari 1956 diadakan konferensi IPPNU di Surakarta
    2. Tanggal 1-4 Januari 1957 pada muktamar IPNU di Pekalongan IPPNU ikut serta. Acara            itu diisi olahraga dan juga menghasilkan lambang IPNU-IPPNU
    3. Tanggal 14-17 Maret 1960 diadakan Konbes I di Yogyakarta, membicarakan tentang                keorganisasian, kemahasiswaan, Pendidikan Islam serta bahasa Arab
    4. Tahun 1964 dilaksanakan Konbes III bersama IPNU di Pekalongan, dengan                            menghasilkan :
        a. Doktrin Pekalongan
        b. Mengusulkan agar KH. Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan
    5. Tanggal 30 Agustus 1966 dalam konggres di Surabaya IPNU dan IPPNU memohon pada         PBNU untuk menerimanya sebagai badan otonom
    6. Tahun 1967 pada Muktamar NU di Bandung, resmilah IPPNU dimasukkan dalam                    PD/PRT NU sebagai badan otonom sampai sekarang
    7. Pada perkembangan berikutnya nampak pemerintah juga tidak ingin mengambil resiko            membiarkan dunia akademik terkontaminasi dengan unsur politik manapun, sehingga            diberlakukan UU No. 8 tahun 1985 tentang keormasan khusus untuk organisasi ekstra            pelajar adalah OSIS, selama itu IPPNU mengalami stagnasi pengkaderan dan PP                    didominasi oleh para aktivis yang usianya sudah melebihi batas. Maka pada konggres IX         IPPNU di jombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas            organisasi dan IPPNU yang kepanjanganya IKATAN PELAJAR PUTRI NAHDLATUL                ULAMA telah berubah menjadi IKATAN PUTRI-PUTRI NAHDLATUL ULAMA.
    8. Bulan Oktober 1990 pada Konbes IPPNU di lampung, menghasdilkan citra diri dan                memantapkan PPOA IPPNU.
    9. Pada konggres X IPPNU tahun 1991 di ponpes AL WAHDAH lasem jawa tengah, telah            menguatkan independensi IPPNU dan IPNU yang merupakan organisasi terpisah.
  10. Tanggal 10-14 juli 1996 di pesantren Al Musyaddidah garut Jabar mengadakan konggres         XI IPPNU, yang menekankan usia kepemudaan di tubuh IPNU supaya sejajar dengan            organisasi pemuda yang lain.
  11. Konbes bulan september 1998 di Jakarta, menghasilkan rekomendasi yang samgat                menonjol di era reformasi yaitu bahwa IPPNU menyambut baik pendirian PKB yang tidak         menggumakan nama NU
  12. Tanggal 22-25 Maret 2000, pelaksanaan konggres XII IPPNU di Makassar Ujung                    Pandang, telah mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikanke basis kepelajaran         dan wacana Gender.
  13. Tanggal 18 –23 Juni 2003 kongres XIII IPPNU di asrama haji sukolilo Surabaya                        mengembalikan IPPNU kepada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama

HUBUNGAN IPNU – IPPNU DAN ORMAS LAIN :

        Kaitan IPNU – IPPNU dan NU, bahwa IPNU & IPPNU secara organisatoris merupakan badan otonom NU yang resmi tercantum pada Anggaran Rumah Tangga NU pasal 27 poin 6 bagian f, hasil mukatamar NU lirboyo jawa timur yang mana bahwa IPNU & IPPNU mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan badan otonom yang lain.

        Hubungan IPNU dengan IPPNU, bahwa IPNU merupakan mitra kerja IPPNU, sedangkan hubungan IPNU & IPPNU dengan ormas lain , bahwa IPNU & IPPNU mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ormas yang lain yang tergabung dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda (KNPI).

        Di dunia pewayangan, dikenal seorang wanita tangguh yang bernama Srikandi. Bersama sang suami, Arjuna, keduanya berjuang bersama membela panji Pandawa. Sosok Srikandi itu, rasanya patut kita sematkan pada diri Umroh Machfudzoh, ketua Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang pertama.

        Jalan cerita Umroh bersama sang suami, KH Tolchah Mansoer, sekilas mirip kisah Arjuna-Srikandi. Hanya saja pada waktu itu, keduanya bukan membela panji Pandawa, melainkan panji pelajar putera-puteri NU (IPNU-IPPNU). Di organisasi itulah mereka bertemu, berjuang bersama, dan akhirnya meneruskan menuju ke jenjang pelaminan.

        Umroh Lahir di Gresik 4 Februari 1936 M dari pasangan KH Wahib Wahab (Menteri Agama ke 7 yaitu  1958 - 1962) dan Hj Siti Channah. Beliau adalah cucu dari KH Abdul Wahab Hasbullah (pendiri NU dan Rais Aam PBNU 1946 - 1971). Sebagai cucu pendiri NU, masa kecil Umroh banyak dilalui di lingkungan pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Tambak Beras, Jombang, tempat kelahiran ayahnya.

        Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, sejak kecil Umroh dididik untuk bisa hidup mandiri. Umroh mengawali pendidikan dasar di kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946 karena clash II, Umroh kemudian melanjutkan ke MI NU di Boto Putih, Surabaya. Hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa SGA (Sekolah Guru Agama) Surakarta.

        Ketika partai-partai politik meluaskan sayapnya pada pertengahan 50-an, Umroh mulai menerjunkan diri sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) -organisasi pelajar afiliasi partai Masyumi- ranting SGA Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952, Umroh mulai berkenalan dengan organisasi-organisasi di lingkungan NU.

        Sembari mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang nyantri di tempat Nyai Masyhud (Keprabon Solo) mulai menerjunkan diri sebagai wakil ketua Fatayat NU Cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menyala-nyala membawa pada kesadaran akan perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus menghimpun putra-putri NU.

Membidani Lahirnya IPPNU

        Di mata kader IPPNU saat ini, Umroh merupakan sosok wanita inspiratif . “Beliau adalah inspirator bagi kami. Beliau adalah kebanggan kami,” kata Margaret Aliyatul, ketua IPPNU periode lalu kepada NU Online, saat wafatnya Umroh tahun 2009 lalu.

“Ini adalah hal yang luar biasa karena kondisi pada saat itu pasti lebih sulit dibandingkan saat ini, dan beliau bisa merealisasikan pendirian organisasi pelajar puteri dan kemudian berkembang menjadi organisasi nasional. Beliau adalah perintis dan kami tinggal melanjutkan saja,” lanjutnya.

        Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun 1954, memang tak lepas dari perjuangan Umroh dan kawan-kawan untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para pelajar putri. Gagasannya dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU dan SGA Surakarta yang sama-sama nyantri di tempat Nyai Masyhud. Kegigihan Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU) membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ yang bertindak sebagai inkubator pendirian sekaligus pelaksana harian organisasi IPPNU.

        Aktivitas di IPPNU yang tidak begitu lama diisi dengan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955. Tidak genap setahun menjabat Ketua Dewan Harian, Umroh meninggalkan Surakarta untuk menikah dengan M. Tolchah Mansoer, Ketua Umum PP IPNU pertama.

        Meskipun menetap di Yogyakarta, Umroh tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap organisasi yang ikut dia lahirkan. Kedudukan Dewan Penasehat PP IPPNU yang dipegang hingga saat ini, membuatnya tidak pernah absen dalam setiap perhelatan nasional yang diselenggarakan IPPNU.

        Riwayat organisasi Umroh berlanjut pada tahun 1962 sebagai seksi Sosial PW Muslimat NU DIY. Kedudukan ini mengantarkan Umroh sebagai Ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987.

        Kesibukan keluarga tidak mengendurkan hasratnya untuk melanjutkan ke Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pendidikan S-1 diselesaikan dalam waktu enam tahun sembari aktif sebagai Wakil Ketua Pengurus Poliklinik PW Muslimat NU DIY. Sementara itu, perhatian di bidang sosial disalurkan dengan menjabat sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang membidangi kegiatan-kegiatan di bidang peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah Yogyakarta.

Berjuang Lewat Parpol

        Jabatan Ketua PW Muslimat NU DIY diemban selama dua periode berturut-turut sejak tahun 1975. Kesibukan ini tidak menghalangi aktivitas sebagai Seksi Pendidikan Persahi (Pendidikan Wanita Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Gabungan Organisasi Wanita wilayah Yogyakarta. Naluri politik yang tersimpan selama belasan tahun ternyata tidak bisa dipendam Umroh begitu saja. Aktivitas sebagai bendahara DPW PPP mengantarkannya terpilih sebagai anggota DPRD DIY periode 1982-1987.

        Karir politiknya terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY. Jabatan terakhir ini membawa Umroh ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari FPP selama dua periode. Umroh pernah menjabat sebagai Ketua Wanita Persatuan Pusat, organisasi wanita yang bernaung di bawah PPP. Sebagai anggota dewan, Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional diantaranya muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman.

        Domisili di Jakarta memudahkan Umroh melanjutkan aktivitas ke-NU-an sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, berlanjut sebagai Ketua III sampai sekarang. Sempat menikmati pensiun pasca pemilu 1997, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan oleh Pengurus Besar NU mendorong Umroh terjun kembali ke dunia politik sebagai salah satu anggota DPR RI hasil pemilu 1999.

        Sesepuh pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Umroh Machfudzoh meninggal dunia pada Jumat (6/11/2009) pagi sekitar pukul 06.45 WIB di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Almarhumah meninggal pada usia 73 tahun dan dimakamkan sekitar pukul 15.30 WIB di pemakaman dekat kediaman Komplek Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Manguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.


Sumber bantuan: http://ipnuippnu-online.blogspot.com/2016/04/hj-nyai-umroh-mahfudzoh-srikandi.html


02 May 2021

Pembentukan Tim Media Informasi MWC NU Bansari

 

Pembentukan Tim Media Informasi MWC NU Bansari

        Pesatnya perkembangan Teknologi Informasi menuntut kita untuk selalu update dengan kondisi saat ini, khususnya pada zaman menuju era revolusi industry 4.0. Peningkatan media informasi sangat dibutuhkan untuk mempercepat dan mengefektifkan penyebaran informasi kepada publik.

    Peningkatan media informasi bukan hanya dibutuhkan oleh kepentingan pribadi, namun hal kepentingan bersama juga membutuhkan sebuah peran dalam penyebaran informasinya. Begitu juga dengan sebuah organisasi, peran dari adanya media informasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam syiar organisasi atau pengenalan organisasi yang dibungkus dengan informasi dari kegiatan-kegiatan yang terlaksana.

        Maka dari itu, dalam rangka menambah esensi dan eksistensi dalam berorganisasi. Dari pengurus MWC NU Bansari mengadakan pembentukan tim media informasi MWC NU Bansari, kegiatan ini berlangsung pada 31 Maret 2021 bertempat di Gedung MWC NU Bansari. Adapun ketua terpilih yang mendapat kepercayaan untuk mengelola dan memantau jalannya media informasi MWC NU Bansari adalah Bapak Erwin Hardiyanto, semoga kepengurusan tim media infromasi dapat menjalankan amanah organisasi sebaik mungkin untuk terwujudnya organisasi yang dapat mengikuti perkembangan zaman.

        Tim media infromasi MWC NU Bansari ini beranggotakan semua Badan Otonom Nahdlatul Ulama mulai dari IPNU IPPNU, Gerakan Pemuda Ansor, fatayat, sampai dengan pengurus MWC NU Bansari. Semoga dengan terbentuknya tim media ini dapat menambah semangat berorganisasi pada semua kader Nahdlatul Ulama dan terciptanya kerjasama yang baik untuk Nahdlatul Ulama.


Struktur Team Media MWC NU Bansari

Penasihat    : MWC NU Bansari

Pembina      : Ahmad Yusron (Tambahrejo Bansari)

Ketua           : Erwin Hardiyanto (Losari Gentingsari)

Sekretaris    : Alif Agus Thoifur (Bumen Candisari)

Bendahara   : Rimatul Ulya (Tegalrukem Campuranom)

Kontributor  : 1. Afif Faturrahman (Mranggen Kidul)

                      2. Eni Sulistyowati (Banaran Bansari)

                      3. Binthoro (Tlogowero)

Bidang hardwhare dan sofwhare : Dafid Pratama (Kalensari Balesari)

Pendidikan  : 1. Yudha Ardian (Lengotono Candisari)

                      2. Safrizal Alwi Najib (Boresan II Balesari)

                      3. Daimatul Farichah (Banaran Bansari)

Media sosial:  1. Ricky Dwi Saputra (Putihan Campuranom)

                       2. Muchlisun (Boresan II Balesari)

                       3. Madl Haril Anwar (Tegalrukem Campuranom)

                       4. Khoirudin (Lengotono Candisari)

                       5. Wahyu Ari (Bumen Candisari)

                       6. Setiawan (Bansari)

                       7. Linda Oktaviani (Kalensari Balesari)

Desainer       : 1. Ikhuan Muhsinin (Boresan II Balesari)

                       2. Yogi Shuvario (Sorogaten Balesari)

 

08 April 2021

LDNU Nduwe Gawe

 





Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama

Menjelang bulan Ramadhan, di wilayah kami sering mengadakan kegiatan pengajian maupun khataman akhirusanah untuk menutup kegiatan majlisan pada akhir tahun menurut tahun hijriah. Kegiatan khataman biasanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kenikmatan maupun rahmat Allah yang sudah menyertai kehidupan kita.

Pada 7 April 2021, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Ranting Bansari telah melaksanakan kegiatan pengajian dan khataman bersama jamaah yasin ibu ibu se- Desa Bansari. Alhamdulillah, kegiatan khataman ini mendapat tanggapan yang baik di jamaah yasin. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran jamaah lebih dari 1000 orang jamaah yasin yang dengan semangat menyemarakkan kegiatan khataman.

Kegiatan ini dapat berjalan sukses karena memang diantara jamaah ibu-ibu yasin dengan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama sudah terjalin kerjasama yang baik diantara keduanya. Maka dari itu, program ini akan berjalan sesuai target dengan dukungan keduanya. Kegiatan seperti ini dapat menjadi sebuah sarana untuk menjaga hubungan persaudaraan atau silaturahim antar jamaah se-Desa Bansari.

Kegiatan positif seperti ini rencananya akan dijadikan sebagai program tahunan Lembaga Nahdlatul Ulama (LDNU) Ranting Bansari, melihat semangat para jamaah menjadikan semangat tersendiri bagi para pengurus LDNU Ranting Bansari untuk tetap menjalin kerjasama dengan jamaah.

Pengajian ini dihadiri oleh jajaran Pemerintahan Desa Bansari, Tanfidiyah MWC NU Bansari, Suriyah MWC NU Bansari, jajaran kepengurusan Ansor Ranting Bansari, ibu Muslimat, Fatayat, serta IPNU IPPNU Ranting Bansari juga memeriahkan kegiatan khataman yang dilaksanakan oleh Pengurus NU Ranting Bansari.



Pada kesempatan sambutan dari LDNU yang diwakilkan oleh Bapak Fathul Manan berisi ucapan terimakasih kepada jamaah yasin ibu-ibu se -Desa Bansari, dan ucapan minta maaf apabila selama kegiatan dakwah mingguan bersama jamaah yasin dari pihak LDNU melakukan kesalahan dalam hal apapun. Besar harapan dari pengurus LDNU Ranting Bansari semoga untuk kedepannya dapat menjalankan program kerjasama dengan lebih baik. Dan untuk program Bulan Ramadhan, dari pengurus LDNU Ranting Bansari juga sudah mempersiapkan program kuliah subuh atau pun setelah sholat tarawih, semoga program ini dapat berjalan dengan lancar pada Bulan Ramadhan besok. Aamin.

Kegiatan khataman ini terdapat pengajian yang dibawakan oleh Bapak Kyai Nur Amin dari Desa Bulan, Kecamatan Selopampang. Beliau juga termasuk salah satu instruktur Kader Penggerak Nahdlatul Ulama yang berasal dari Kabupaten Temanggung.

Harapan pengurus LDNU setelah kegiatan ini adalah terciptanya kerjasama dan kesadaran khususnya bagi kalangan ibu-ibu dalam bidang keagamaan khususnya dalam organisasi Nahdlatul Ulama ini. Karena sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang dapat membawa keberkahan dunia dan akhirat bagi para kadernya.

06 April 2021

Lambang BANSER dan Artinya

 


Lambang BANSER


Kepanjangan dari BANSER adalah Barisan Ansor Serbaguna, arti dari lambang tersebut adalah:

  1. Kalimat Ya Ilaahi, melambangkan bahwa setiap gerak dan perjuangan BANSER dijiwai dengan ketaqwaan serta mengikuti segala perintah Allah SWT.
  2. Logo Gerakan Pemuda Ansor, melambangkan kesatupaduan langkah BANSER yang tidak bisa dilepaskan dari organisasi induknya yakni GP Ansor.
  3. Gambar Burung Ababil, melambangkan kekuatan umat Islam yang menjunjung tinggi upaya kesejahteraan dan kemakmuran manusia.
  4. Gambar Pita, melambangkan keteguhan BANSER dalam membela, dan mendorong setiap perjuangan      menegakkan kebenaran dan keadilan.
  5. Tulisan Nahnu Ansharullah melambangkan sikap BANSER yang saling tolong menolong kepada sesama manusia sebagai hamba Allah SWT.
  6. Warna merah (sebagai dasar logo) melambangkan keteguhan dalam melaksanakan aqidah dan semangat pantang mundur dalam membela keadilan dan kebenaran.
  7. Warna kuning, melambangkan ketulusan, keikhlasan dan kesucian perjuangan.
  8. Warna hijau segitiga, melambangkan keimanan, keadilan dan kemakmuran.
  9. Warna hitam segitiga, melambangkan kesatuan dan persatuan yang kokoh dan kuat.
  10. Segi lima, melambangkan rukun Islam lima dan Pancasila sebagai dasar negara.
  11. Pisau Komando, melambangkan bahwa setiap anggota BANSER siap setiap saat melaksanakan tugas organisasi.

#artilambangbanser
#lambangbanser
#logobanser
#maknalogobanser

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel