Prof. Dr. KH. Moch Tolchah
Mansoer, beliau adalah seorang ulama sekaligus cendekiawan muslim yang
berpengaruh. Beliau juga seorang guru besar ilmu keislaman dan hukum tata
negara di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan beberapa kota lain.
Beliau juga menjadi salah satu dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa
kali pernah menjabat sebagai dekan ataupun rektor di berbagai perguruan tinggi
yang berbeda.
Seorang ulama yang berpandangan luas ini telah menjadi aktivis
NU sejak usia remaja. Mengingat hal tersebut tidak mengherankan bila ulama yang
satu ini dikenal dekat dengan generasi muda. Beliau tidak pernah lelah
memberikan semangat dan dorongan kepada mereka. Mbah Tolchah merupakan tokoh
istimewa dalam tubuh NU, selain mubaligh yang handal beliau sekaligus seorang
yang produktif menulis buku-buku keagamaan, buku ilmu hukum, dan artikel di
beberapa mediamassa. Beliau juga termasuk seorang birokrat di Yogyakarta yang
pernah menduduki jabatan eksekutif maupun legislatif. Meskipun begitu,
keulamaan dan kecendikiawanannya lebih menonjol dikalangan masyarakat daripada
jabatan formal yang lain.
K.H Tholhah Mansur dilahirkan pada tanggal 10 September 1930
dikota Malang Jawa Timur, Putra dari K. H. Mansur, seorang ulama dan pedagang
kecil di kota tersebut. Ayahnya yang berdarah Madura berkeinginan agar Muhammad
Tholhah Mansur seperti kakaknya, Usman (Mayor K. H. Usman Mansur), kelak
menjadi seorang ulama. Disela-selanya menuntut ilmu dijenjang pendidikan umum,
ia giat mengaji. Proses pendidikan keduanya tidaklah lancar, tapi keduanya
mampu dicapainya, walaupun memerlukan waktu lama. Beliau juga termasuk kutu
buku dan gemar akan ilmu, sekaligus otodidak, bahkan beliau tak segan-segan
menjual mobilnya untuk membeli kitab kuning dan buku.
Pendidikan pertama KH. Tolchah Mansur di peroleh di Madrasah
Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Jagalan Malang (1937-1945), kemudian melanjutkan di
Madrasah Tsanawiyah ditempat yang sama hingga kelas III. Di Madrasah yang
didirikan oleh K. H. Nahrawi Thahir ini, Muhammad Tholhah Mansur diasuh oleh
K.H. Muhammad Syukri Ghazali dan Kyai Murtaji Bisri.
Pada tahun 1947, pelajar usia 17 tahun ini menjadi sekretaris
Sabilillah daerah pertempuran Malang Selatan, sehingga ia harus meninggalkan
sekolahnya. Baru setelah perang kemerdekaan usai, ia meneruskan sekolah di
Taman Madya Malang sampai lulus tahun 1951.
Setelah lulus Taman Dewasa, ia masuk Fakultas Hukum, Ekonomi,
Sosial dan Politik (HESP), Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kuliahnya tidak
berjalan lancar, karena ia memang aktivis organisasi. Pada tahun 1953, Muhammad
Tholhah Mansur berhenti kuliah untuk sementara waktu dan baru tahun 1959 ia
kembali ke bangku kuliah. Semangat Mbah Tolchah untuk belajar tidak pernah
surut, walaupun telah menikah beliau tetap kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan
studinya, hingga kemudian Ia mampu menyelesaikan jenjang sarjana dan menjadi
Sarjana Hukum pada tahun 1964.
Meskipun waktu yang diperlukan oleh Mbah Tolchah untuk menempuh
sarjana hukum memakan waktu 13 tahun. Namun, berkat kegemarannya membaca beliau
mampu menyelesaikan gelar Doktor Ilmu Hukum ( Jurusan Hukum Tata Negara) dalam
waktu relatif singkat. Yakni dalam waktu hanya lima tahun. Dengan Promotor
Prof. Abdul Baffar Pringgodigdo, S.H, Muhammad Tholhah Mansur berhasil meraih
gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada dengan judul disertasi
“Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif
Negara Indonesia (17 Desember 1969)”. Disertasi ini kemudian diterbitkan
menjadi buku oleh penerbit Radya Indria, Yogyakarta(1970).
Pendidikan ilmu-ilmu kesilaman didapatkannya dari guru-guru
ngaji, khususnya K. H. Syukri Ghazali ketika ia belajar di Madrasah Tsanawiyah
dan Aliyah Jagalan. Kebetulan rumah Muhammad Tholhah Mansur tidak jauh dari
madrasah dan rumah mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia itu. Selesai
sekolah ia langsung mengaji, demikian pula ketika ia membantu K. H. Syukri
Ghazali mengajar di madrasah tersebut. Disamping itu ia mengaji posonan (bulan
Ramadhan) ke beberapa pondok pesantren. Diantaranya, di Pondok Pesantren
Tebuireng dan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Soditan Lasem. dibawah asuhan K. H.
Ma’shum. Karena ia memang santri yang cerdas dan otodidak, maka wajarlah bila
K. H. Muhammad Tholhah Mansur akhirnya menjadi seorang ulama besar.
Pengabdian
KH. M Tholhah Mansur pada Organisasi dan Masyarakat
Dalam kehidupan organisasi, K. H. Muhammad Tholhah Mansur telah
menjadi aktivis organisasi sejak usia remaja, terutama dikalangan NU. Ketika
masih duduk dibangkuTsanawiyah, Ia pernah menjadi Sekretaris Ikatan Murid
Nahdlatul Ulama (IMNU) kota Malang(1945). Pada saat itu Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) belum lahir, baru pada sembilan tahun kemudian Mbah
Tolchah menjadi salah satu penggagas berdirinya IPNU.
Pengalaman organasisi berikutnya yang diperoleh oleh Mbah
Tolchah adalah saat beliau berpindah ke Yogyakarta. Saat itu Ia pernah menjabat
sebagai menjadi wakil Departemen Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam
Indonesia (PII) dan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) wilayah
Yogyakarta.
Meskipun pernah menduduki berbagai jabatan strategis dalam
beberapa organisasi islam yang pernah ada saat itu, sebagai generasi muda NU
yang militan ia mempunyai gagasan mendirikan organisasi Islam yang khusus
mewadahi pelajar NU. Gagasan ini kemudian Ia sampaikan dan akhirnya pada
Konferensi Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Semarang (22 Februari 1954) Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) didirikan. Kemudian, berdasarkan konferensi tiga
kota di Solo rekan Tholhah dipilih secara aklamasi terpilih sebagi ketua umumnya.
Setahun kemudian menyusul berdirinya Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang dipimpin oleh Ny Hj.Umroh Mahfudlah(1955). Jabatan
ketua umum ini dipertahankannya dalam Muktamar I di Malang (1955), Muktamar II
di Pekalongan (1957) dan Muktamar III di Cirebon (1958). Sampai sekarang kedua
organisasi ini tetap hidup, walaupun pada tahun 1985 sesuai UU Nomor 8 Tahun
1985 yang melaranga danya organisasi pelajar selain OSIS, maka IPNU menjadi
Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan IPPNU menjadi Ikatan Putri Putri Nahdlatul
Ulama. Di era reformasi kondisi telah berbeda maka sejak tahun 2003 IPNU dan
IPPNU kembali menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagimana semula sewaktu
didirikan.
Perjuangan KH. Moch Tolchah Mansoer selanjutnya adalah sebagai
ketua Pengurus Wilayah Partai NU Daerah Iistimewa Yogyakarta. Setelah terjadi
fusi empat partai islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (5 Januari 1973), beliau lebih banyak berperan aktif di Jamiyah
Nahdlatul Ulama, disamping sebagai guru besar di beberapa perguruan tinggi dan
mubaligh. Sebagai gantinya Dra. HJ. Umroh Mahfudloh (istrinya), tampil sebagai
aktivis PPP, bahkan sampai menjadi ketua DPW PPP Daerah Istimewa Yogyakarta dan
beberapa kali menjadi anggota DPRD I Yogyakarta dan DPD/MPR RI. Prof. Dr. K. H.
Muhammad Tholhah Mansur, adalah salah seorang tokoh yang ikut membidani
kembalinya ke Khittah 1926, dalam Muktamar NU ke 27 di Pondok Pesantren
Salafiyah Syafi’iyah, Sukerejo, Asembagus Situbondo, yang diasuh oleh K. H.
As’ad Syamsul Arifin. Dalam Muktamar tersebut , beliau terpilih sebagai salah
seorang Rois Syuriah PBNU dibawah pimpinan Rois Aam K. H. Ahmad Shiddiq dan
Wakil Rois Aam K. H. Rodli Sholeh.
Sesuai dengan aktivitasnya dalam organisasi, maka K. H. Muhammad
Tholhah Mansur pernah beberapa kali memegang jabatan dalam pemerintahan
terutama di Daerah IstimewaYogyakarta. Ia pernah terpilih menjadi anggota DPR
mewakili NU (1958) dan tahun itu juga ia diangkat sebagai anggota Dewan
Pemerintah Daerah (DPD), kemudain badan ini diubah namanya menjadi BPH (Badan
Pemerintah Harian) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(1958). BPH Merupakan
lembaga eksekutif di daerah yang bertugas membantu kepala daerah.
Profesi Utama K. H. Muhammad Tholhah Mansur adalah sebagai pendidik sekaligus juru dakwah dan penulis. Sewaktu masih kuliah tingkat doktoral, beliau menjadi asisten dosen di IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang UIN Sunan Kalijaga). Setelah lulus beliau masih tetap mengajar di IAIN, kemudian juga di beberapa perguruan tinggi lainnya seperti IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), Akademi Militer di Magelang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akademi Administrasi Negara, Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Universitas Nahdlatul Ulama Solo dan lain-lain. Guru Besar Hukum ini pernah memegang jabatan di beberapa perguruan tinggi , diantaranya Pembantu Rektor IAIN Sunan Kalijaga, kemudian Dekan Fakultas Ushuluddin, Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta (1965-1967), Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (1970-1983) merangkap Rektor Institut Agama Islam Imam Puro, Purworejo (1975-1983) dan Dekan Fakultas Hukum Islam UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Surakarta. Dan juga pernah menjadi anggota badan Wakaf IAIN Sunan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta. Ulama sekaligus guru besar ini wafat pada hari senin 20 Oktober 1986 dan makamkan di kompleks makam Dongkelan Yogyakarta.
Diambil dari buku Ensiklopedi Ulama Nusantara
karya H.M. Bibit Suprapto, S.H.,M.Sc.,M.Si (Ditulis ulang di NUsidoarjo.org)
Sumber:
https://ipnujateng.or.id/mengenal-tolchah-mansoer-pendiri-ipnu/
Pesan Kiai Tolchah Mansur untuk Seluruh Pelajar
NU
Pengasuh
Pesantren Sunni Darussalam yang merupakan putri ketiga dari pendiri IPNU-IPPNU,
Hj Nisrin Ni’mah. Pesantren yang terletak di Dusun Tempelsari, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini merupakan pesantren peninggalan sang ibu yang
beliau kelola bersama sang suami, KH Ahmad Fattah. Dalam kesempatan tersebut Hj
Nisrin Ni’mah menyampaikan 5 pesan mendiang sang ayah untuk seluruh pelajar
Nahdlatul Ulama.
Pertama,
tidak menyia-nyiakan waktu yang dimiliki. "Salah satu upaya kita yaitu
dengan mengisinya dengan kegiatan bermanfaat, seperti mengaji, belajar,
berolahraga, juga dengan mengikuti organisasi seperti IPNU dan IPPNU,"
ungkapnya.
Kedua,
menuntut ilmu dengan seimbang baik ilmu umum maupun ilmu agama, di manapun,
kapan pun, dan dengan siapapun. Karena kita juga telah mengetahui banyak sekali
ketamaan-keutamaan dari orang yang berilmu, maka KH Tolhah Mansur juga
menginginkan generasi penerusnya menjadi generasi yang ‘alim.
Ketiga,
terus jalin silaturahim karena itulah yang akan menguatkan di saat kita sulit.
Dengan menjaga silaturahim, kita berharap untuk dimudahkan di setiap usaha,
misalnya dengan menjenguk orang sakit. “Menjaga silaturahim dengan cara jika
ada yang sakit ditengok, jika ada yang senang tetap kita support, ya. Dengan
begitu silaturahim akan selalu terjalin,” ucap Hj Nisrin.
Kemudian
keempat, bermanfaat bagi orang lain. Jadilah orang bermanfaat bagi orang lain
meski hanya lewat goresan tanda tangan. Khairunnas anfa’uhum li naas, jadi
meskipun kecil, kita bisa memberi manfaat di lingkungan sekitar.
“IPNU-IPPNU programnya di lingkungan adik-adik tinggal, baik di Boyolali maupun
Wonogiri dekat dengan masyarakat ya, jadi masyarakat itu akan banyak
mendapatkan manfaat dari adik-adik IPNU-IPPNU. Jangan sampai jauh dari
masyarakat,” imbuhnya.
Kemudian
kelima, jangan pernah berputus asa. Dalam keadaan apapun, jangan pernah beputus
asa atas apa yang telah kita usahakan. Jika merasa sulit atau kurang mampu
dalam menghadapi rintangan, berdoalah, mohon pertolongan dari Allah.
"Selain itu, tetaplah berikhtiar untuk memaksimalkan upaya kita meraih apa
yang kita impikan," tuturnya. Ia juga berpesan kepada anak muda NU untuk
senantiasa menggaungkan semangat Belajar, Berjuang, Bertakwa yang menjadi
trilogi IPNU dan IPPNU. (Nurma/Muiz)
Pesan
ini disampaikan kepada Pelajar NU Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Jawa
Tengah berziarah ke makam pendiri organisasi IPNU-IPPNU.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/105009/pesan-kiai-tolchah-mansur-untuk-seluruh-pelajar-nu-